Kamis, 11 Agustus 2016

Aplikasi GIS dalam Business Intelligence: Waqf Case



Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System (GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Dalam arti yang lebih sempit, GIS adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database.

Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun & mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini. Beberapa contoh manfaat teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan dan perencanaan rute. 

Dalam tools Business Intelligence, aplikasi GIS juga dapat ditemukan. Seperti contoh pada gambar. Gambar peta menjelaskan ihwal pemetaan lahan wakaf di seluruh wilayah Nusantara. Berdasarkan hasil yang dapat dilihat, 33 provinsi memiliki warna yang berbeda. Klasifikasi ini didasarkan pada luas lahan wakaf yang ada pada daerah tersebut.

Daerah dengan warna biru pekat adalah provinsi dengan luas lahan wakaf terbesar. Provinsi Riau (1.183.976.528 M2), Provinsi Sulawesi Selatan (1.029.030.278 M2) dan Provinsi Aceh (767.869.101 M2), adalah 3 provinsi yang masuk ke dalam daerah dengan luas lahan wakaf paling besar dibanding dengan daerah lain. Provinsi lain seperti Sumatera Selatan dan Sumatera Barat mengikuti di belakangnya.

Sementara itu daerah dengan warna putih adalah provinsi dengan luas lahan wakaf terkecil. Provinsi Papua (694.466 M2) dan Papua Barat (591.117 M2) adalah daerah yang masuk dalam kelompok dengan luas lahan wakaf paling rendah. Selain itu juga ada Maluku dan Sulawesi Utara.

Business Intelligence, selain fungsinya dalam analisis tren, reporting hingga prediksi, ternyata juga dapat digunakan untuk fungsi pemetaan melalui tools GIS ini. Kelebihannya adalah, BI mampu mengolah data yang jauh lebih banyak dibanding aplikasi lain, sehingga diharapkan mampu meng-capture insight yang lebih bermakna.

Jumat, 05 Agustus 2016

Sentiment Analysis on Indonesia Waqf


Sentiment Analysis adalah sebuah cabang penelitian pada domain Text Mining yang mulai booming pada awal tahun 2002-an. Risetnya mulai marak semenjak paper dari B.Pang dan L.Lee muncul. Sederhananya, text mining lebih bertujuan untuk mengolah kata, bukan mengolah angka.
Sentiment analysis terdiri dari 3 subproses besar yakni: Subjectivity Classification, Orientation Detection dan Opinion Holder & Target Detection. Hingga saat ini, hampir sebagian besar penelitian di bidang sentiment analysis ditujukan untuk Bahasa Inggris karena memang Tools/Resources untuk bahasa inggris sangat banyak. Beberapa resources yang sering digunakan untuk sentiment analysis adalah SentiWordNet dan WordNet.
SMART Consulting sebagai sebuah lembaga yang fokus dalam riset ekonomi keuangan syariah mencoba mengukur tingkat sentimen publik terhadap kondisi wakaf di Indonesia. Desk khusus yang membidangi riset terkait wakaf adalah WAQFI atau Waqf Research Institute. Sebagai sumber data, dipilihlah 80 dokumen spesifik yang digunakan, baik berupa artikel maupun jurnal terkait wakaf di Indonesia. Tools Semantria dipakai sebagai alat bantu pengolahan.
Hasil analisis sentimen terhadap kondisi perwakafan di Indonesia memperlihatkan kondisi berikut. Sebanyak 2% menunjukkan sentimen sangat positif (high positif). Demikian pula 64% mengarah kepada sentimen positif. Sementara itu sebanyak 11% menunjukkan sentimen negatif. Sisanya sebesar 23% menunjukkan sentimen yang netral.

Fakta yang ada adalah, jumlah luas tanah wakaf di Indonesia merupakan harta wakaf terbesar di dunia. Kesadaran umat Islam di Indonesia terhadap wakaf juga sudah cukup tinggi. Sementara itu, kondisi geografis Indonesia yang sangat luas, memungkinkan berkembangnya wakaf jika dikelola secara produktif. Seperti halnya zakat, wakaf juga merupakan instrumen sosial Islam yang akan berperan signifikan di masa mendatang.

Jumat, 29 Juli 2016

Analisis Kondisi Lahan Wakaf di Indonesia: Perspektif Business Intelligence


Menurut Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama RI tertanggal Maret 2016, total tanah wakaf di seluruh Indonesia berjumlah 435.768 tempat. Sejumlah tempat tersebut tersebar pada 33 provinsi di seluruh Nusantara. Dari jumlah tersebut ada yang telah memiliki sertifikat, ada pula yang belum. SMART mencoba menganalisis menggunakan tools Watson Analytics yang merupakan salah satu aplikasi Business Intelligence.

Sebagian besar tanah wakaf telah bersertifikat, meskipun sebagian yang lain belum. Tercatat sebanyak 287.160 tempat (66%) telah memiliki sertifikat lahan wakaf, sementara sisanya sebesar 148.447 tempat (34%) belum bersertifikat. Walaupun dua pertiga tanah wakaf telah memiliki sertifikat, namun sepertiga lainnya diharapkan diproses untuk mendapatkan sertifikat resmi sebagai lahan wakaf. Agar tidak terjadi penyalahgunaan dikemudian hari.
Berdasarkan data, 5 provinsi dengan tanah wakaf yang belum bersertifikat paling banyak adalah: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Provinsi Aceh dan Banten. Sementara itu provinsi yang memiliki luas area lahan wakaf terbesar seperti hasil riset yang telah dilakukan adalah: Provinsi Riau, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.
Sehingga jika dibuat komparasi, ada hal menarik. Meskipun Provinsi Riau, Sulawesi Selatan, dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) hanya memiliki jumlah tanah wakaf yang relatif sedikit, namun dari sisi luas lahan (meter persegi) ketiga provinsi tersebut tergolong provinsi dengan area lahan terluas. Sebaliknya, meski dari sisi jumlah tanah wakaf, Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah 3 daerah dengan tanah wakaf terbanyak, namun dari perspektif luas lahan ketiga provinsi di Jawa ini relatif kecil.
Artinya satu wakif di Provinsi Riau, Sulawesi Selatan maupun Aceh, memungkinkan berwakaf dengan luas lahan yang sangat besar. Sebaliknya yang terjadi di Pulau Jawa yang relatif jauh lebih banyak daftar pewakif dengan luas lahan wakaf yang jauh lebih kecil.
Business intelligence pada praktiknya dapat digunakan untuk membantu pengambilan informasi dengan mengubah data menjadi informasi dan mengolahnya menjadi sebuah pengetahuan yang dapat digunakan untuk membantu pihak berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Aplikasi ini pun mampu mengolah data dalam jumlah yang sangat banyak dengan output yang variatif.

Sabtu, 23 Juli 2016

Kriteria Pemilihan Lembaga Wakaf


Instrumen wakaf saat ini semakin memiliki peran yang lebih penting. Terutama wakaf yang sifatnya produktif dan memiliki kebermanfaatan jangka panjang. Selama sekian abad perkembangan Islam, perputaran ekonomi yang melewati akad wakaf tak pernah surut. Wakaf telah berperan sangat besar dalam ekonomi umat.
Berbagai peninggalan budaya Islam masa lampau hingga ratusan tahun yang lalu dibangun atas akad wakaf. Sebut misalnya Universitas Al-Azhar yang melegenda di Mesir. Ataupun Pondok Modern Darussalam Gontor di Indonesia. Juga Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Semuanya dibangun dengan skema wakaf.
Jika waktu lalu SMART melakukan riset terkait kriteria pemilihan lembaga zakat di Indonesia, kali ini WAQFI, sebuah desk yang khusus melakukan riset tentang wakaf di bawah SMART, melakukan hal serupa. Pertanyaannya adalah, apa kriteria pemilihan Lembaga Wakaf? Melalui pendekatan metode Analytical Hierarchy Process sebanyak 30 orang dilibatkan menjadi responden.
Hasilnya, kriteria utama pemilihan calon wakif atas lembaga wakaf adalah program pengelolaan dana wakaf yang inovatif (0.242). Jika lembaga wakaf mampu melakukan inovasi dalam pengelolaan dana wakafnya, maka hal ini akan meningkatkan preferensi masyarakat sehingga diharapkan mampu mengumpulkan lebih banyak dana wakaf yang dapat diproduktifkan.
Kriteria kedua adalah transparansi keuangan (0.212). Semakin transparan lembaga pengelola dana wakaf, semakin tinggi pula tingkat preferensi masyarakat dan calon wakif terhadap lembaga wakaf. Sepertinya hal lembaga bisnis, institusi sosial seperti lembaga zakat maupun lembaga wakaf juga sangat perlu untuk mengelola dana dengan transparan dan akuntabel.
Kriteria ketiga terkait pemilihan muzakki atas lembaga wakaf adalah faktor pelayanan yang baik (0.197). Faktor ini menjadi hal yang cukup krusial. Pelayanan erat kaitannya dengan 'repeated buying' dalam bisnis jasa. Pun demikian lembaga sosial seperti organisasi pengelola dana wakaf.
Selain ketiga faktor di atas, kriteria selanjutnya terkait pemilihan wakif atas lembaga wakaf adalah profesionalisme (0.182) dan faktor kenyamanan (0.167). Sama seperti yang terjadi dalam riset pemilihan lembaga zakat, hasil ini perlu diperhatikan oleh setiap lembaga wakaf dalam upaya memahami keinginan dan preferensi calon wakif. Agar wakaf menjadi semakin berdaya dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat.

Selasa, 19 Juli 2016

GIS untuk Pemetaan Lahan Wakaf di Indonesia


Tanah wakaf adalah tanah hak milik yang telah diwakafkan. Perwakafan tanah hak milik adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah hak milik dan dimanfaatkan selama-lamanya bagi kepentingan umum.
Dasar hukum perwakafan tanah milik dapat ditemukan pada Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menyebutkan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. PP yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Berdasarkan data Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama RI tertanggal Maret 2016, total luas lahan wakaf di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah sebanyak 4,3 miliar meter persegi atau tepatnya 4.359.443.170 M2 yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Waqfi, desk riset di bawah SMART Consulting yang banyak meneliti ihwal wakaf selanjutnya mencoba memetakan data lahan wakaf di seluruh wilayah Nusantara dengan pendekatan Geographic Information System (GIS). Tools yang digunakan adalah Target Map.
Berdasarkan hasil yang dapat dilihat pada gambar di bawah, 33 provinsi dibagi ke dalam 5 kelompok. Klasifikasi ini didasarkan pada luas lahan wakaf yang ada pada daerah tersebut. Kelompok pertama (warna hijau tua) adalah provinsi dengan luas lahan wakaf di atas 1 miliar meter persegi. Ada 2 provinsi pada kelompok ini yaitu: Provinsi Riau (1.183.976.528 M2) dan Provinsi Sulawesi Selatan (1.029.030.278 M2). Dua provinsi ini adalah daerah dengan luas lahan wakaf tertinggi.
Kelompok kedua adalah provinsi dengan luas lahan wakaf antara 100 juta hingga 1 miliar meter persegi (warna hijau muda). Ada 6 provinsi yang masuk kelompok ini yaitu: Aceh, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Keenam provinsi ini masuk ke dalam daerah dengan luas lahan wakaf relatif tinggi.
Kelompok ketiga adalah provinsi dengan luas lahan wakaf antara 10 juta hingga 100 juta meter persegi (warna kuning). Sedikitnya terdapat 11 provinsi yang masuk kelompok ini yaitu: Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara, Maluku Utara, Kalimantan Barat, NTB, Lampung, Bali, Kalimantan Timur dan Provinsi Jambi. Daerah-daerah ini masuk dalam provinsi dengan luas lahan wakaf sedang.
Kelompok keempat adalah provinsi dengan luas lahan wakaf antara 1 juta hingga 10 juta meter persegi (warna oranye). Terdapat 12 provinsi yang masuk kelompok ini yaitu: Bengkulu, Kalimantan Tengah, NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku, Sulawesi Barat, DKI Jakarta, Babel, Yogyakarta, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Kepulauan Riau. Daerah-daerah ini masuk dalam provinsi dengan luas lahan wakaf relatif rendah.
Kelompok terakhir adalah provinsi dengan luas lahan wakaf di bawah 1 juta meter persegi (warna merah). Provinsi Papua (694.466 M2) dan Papua Barat (591.117 M2) adalah daerah yang masuk dalam kelompok dengan luas lahan wakaf paling rendah ini.
Dengan luas lahan wakaf yang begitu luas ini, semestinya kita mampu memanfaatkannya untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Bisa kita lihat pemanfaatan lahan wakaf di negara lain yang dikelola menjadi: rumah sakit, kebun produktif, area/kawasan bisnis yang profitable bahkan lahan wakaf yang dikelola menjadi bandara. Wakaf yang luar biasa produktif. Memang, perlu para wakif yang di samping amanah juga profesional dan paham akan manajemen pengelolaan mumpuni. Agar kebermanfaatannya menjadi jauh lebih terasa.

Selasa, 05 Juli 2016

HOW FAR HAS OUR WAQF BEEN RESEARCHED?



SMART conducting a study on waqf literature. The study on this research focuses on the exploration of 100 researches up to date related to the waqf that has been published on scientific journals. There are some issues that will know the answer. For instance, what percentage related to waqf research during 5 years period? How does the type of waqf research and its composition. How to approach waqf research associated with the use of quantitative research, qualitative or mixed method. 

In addition, focus on this study also tries to examine more in any related to quantitative research methods that are used and what the dominant. How the subject of the discussion about waqf and its composition is. Then, relation with cash waqf issues, how the composition of research on the cash waqf theme and research non-cash waqf. Unless important, which country that study and publish the waqf research in the world. This research used descriptive statistics analysis based on 100 publications journals related waqf, both national and international. All samples of the publication of the journal have been published 5 years starting from 2011 to 2015. The study only focuses on the journal article with titled waqf specifically. 

The table shows the type of research that used for each publication Journal that observed. According to Sekaran (2013), in general, there are four types of research i.e. analysis, descriptive, empirical, and exploratory research. This observation uses only three types of research i.e. analysis, descriptive and empirical. First, research analysis is used to answer the question why certain things or how that can be happened. The type of this research is usually related to cause and effect. Second, the descriptive research determines, describes, or identifies the specific things. Descriptive research uses classification, measurement and comparison for describing a phenomenon. Third, empirical research method is the research method that uses the observation field studies (empirical) or data collected from the question and answer as in the form of a questioner.

From table 2, it can be shown that the most type of research methodology from published journal (national and international) from 2011 to 2015 is descriptive research methodology such as: 67 journals, then followed by the analysis method of some 20 journals and the last is an empirical research method as much as 13 journals. According to Punch (2013), there are 3 types of research approach i.e. qualitative approach, quantitative approach and mixed method approach (mixed method). Table 3 shows the research methodology used for each published journal in 5 years period from 2011 to 2015. The most used research method is the qualitative approach some 81 journals. Then the quantitative approach some 15 journals and the mixed method is only 4 journals.

Other analysis shows the type of quantitative research methodology used in 100 selected published Journals. In 100 journals there are 12 waqf quantitative research method that is used as the following Customer Satisfaction Index (CSI), Contingent Custom, Factor Analysis, System Dynamic, Partial Least Square (PLS), Logit, ANOVA, T- Test, Analytic Hierarchy Process (AHP), Structural Equation Model (SEM), MANOVA, and Multiple Regression. The factor analysis method is the most used to study the waqf i.e. 5 journals.

Rabu, 29 Juni 2016

Mengapa Wakaf Tunai Kurang Berkembang di Indonesia?



Di antara wakaf benda bergerak yang ramai dibincangkan belakangan adalah wakaf yang dikenal dengan istilah cash waqf. Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Juga termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, seperti saham, cek dan lainnya.

Berbicara tentang wakaf tunai, institusi wakaf tidak hanya sebagai ritualitas keagamaan tetapi bisa menyentuh aspek kemanusiaan dengan memberdayakan potensinya untuk kesejahteraan publik semaksimal mungkin. Dengan latar belakang tersebut, SMART Consulting, lembaga yang fokus dalam riset ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, mencoba mengkaji tentang masalah ini.

Walaupun pada dasarnya semua masalah wakaf perlu diselesaikan, menyusun prioritas masalah tetap penting untuk dilakukan karena adanya keterbatasan sumberdaya, baik sumberdaya dana, maupun sumberdaya waktu yang dimiliki oleh institusi atau lembaga wakaf. Menyusun prioritas masalah juga akan membantu pengelola wakaf atau nazhir dalam menyusun rencana strategis dan menyusun prioritas agenda kerjanya.

Penelitian tahun 2016 ini merupakan pengembangan dari hasil tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2014 penelitian serupa menggunakan pendekatan metode Analytic Network Process (ANP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, maka penelitian ini mencoba menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process).

Hasil penelitan menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul dalam pengelolaan wakaf tunai di Indonesia berdasarkan pendekatan AHP terdiri dari 4 aspek penting yaitu: kepercayaan, sumber daya manusia, sistem dan aspek syariah. Penguraian aspek masalah secara keseluruhan menghasilkan urutan prioritas: 1) masalah kepercayaan (dimana prioritas nomor satu masalah sub kriteria kepercayaan adalah lemahnya kepercayaan donator), 2) masalah syariah (yaitu tidak terpenuhinya akad wakaf, 3) masalah sumber daya manusia (yaitu penyelewengan dana wakaf), dan 4) masalah sistem (yaitu lemahnya sistem tata kelola).

Selasa, 21 Juni 2016

Studi Literatur Wakaf



Awal 2016, SMART melakukan penelitian terkait literatur wakaf. Penelitian ini menggunakan analisis statistika deskriptif berdasarkan 100 publikasi jurnal terkait wakaf, baik nasional maupun internasional. Seluruh sampel publikasi jurnal telah terpublikasi 5 tahun terakhir mulai tahun 2011 hingga 2015. Studi hanya memfokuskan secara spesifik terhadap tulisan jurnal bertema wakaf.

Selanjutnya, setelah dilakukan review dan analisis, penelitian terkait wakaf ini dibagi ke dalam 4 (empat) kategori utama yaitu: 1).Manajemen wakaf, 2).Distribusi dana wakaf, 3).Institusional wakaf dan 4).Pengumpulan (koleksi) dana wakaf. Termasuk ke dalam term institusional adalah kelembagaan, payung hukum dan regulasi tentang ke-wakafan. Pengklasifikasian ini dibuat berdasarkan penelaahan isi, abstraksi dan keseluruhan penelitian secara umum. Meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya irisan-irisan kategori dan klasifikasi.

Tabel di atas memperlihatkan subjek pembahasan masing-masing jurnal terkait wakaf berdasarkan publikasi jurnal wakaf selama tahun 2011 hingga 2015. Adapun dalam observasi ini berdasarkan empat subjek yaitu terkait manajemen wakaf, distribusi wakaf, institusi wakaf, dan pengumpulan wakaf. Dari publikasi jurnal 2011- 2015 terpilih dalam pengamatan, subjek pembahasan terkait jurnal wakaf terbanyak yaitu mengenai manajemen wakaf sebanyak 34% dari 100 sampel jurnal, kemudian diikuti oleh subjek pembahasan mengenai institusi wakaf sebanyak 26%, pengumpulan wakaf 22% dan terakhir terkait distribusi wakaf sebanyak 18%.

Selain itu, isu- isu tentang wakaf lebih banyak dikaji atau dibahas dengan menggunakan metode deskriptif dan kualitatif. Subjek pembahasan yang terbanyak didiskusikan mengenai manajemen wakaf. Sebab, manajemen wakaf diduga memiliki peran yang krusial untuk meningkatkan efektivitas dana wakaf. Di samping itu pembahasan wakaf masih didominasi oleh wakaf non tunai.